Senin, 23 September 2013

Pelangi Senja

Tok. . Tok. . Tok. . 

Siapa pula yang bertamu malam-malam hujan badai begini, batin Mbok Ratmi sembari tergopoh-gopoh menuju ruang tamu. Tangannya menarik gagang pintu hingga menimbulkan derit yang bercampur dengan riuhnya hujan. Seorang wanita dan sebuah bayi merah dalam dekapannya. Matanya mendadak menatap iba kearah seorang wanita yang sedikit menggigil. Terlebih kepada bayi yang digendong wanita tersebut. Segera saja, dia persilahkan wanita tersebut masuk ke dalam rumahnya.

Disuguhinya segelas teh hangat yang masih mengeluarkan uap hangat. "Minum, Nduk," perintahnya. Lalu wanita tersebut mengangkat gelas tersebut tanpa ada keraguan, dan menyesap perlahan teh tersebut.

"Ada apa kamu malam-malam begini. Kasihan genduk kedinginan," kata Mbok Ratmi sembari membelai kepala bayi tersebut. Rambut lembut namun dingin beradu dengan tangan kasar Mbok Ratmi. Bayi tersebut menggeliyat seakan menyadarinya.

"Saya minta tolong simbok," ujarnya lirih. Tatapannya kosong tanpa tujuan. Ada semburat kegelisahan ketika dia menunduk memandang bayi dalam gendongannya.

"Saya titip anak saya," lanjutnya menahan sesuatu di dalam hatinya.

"Lha kamu mau pergi kemana?"

"Saya mau jadi TKI ke Arab, tidak ada yang kenal kecuali simbok. Saya benar-benar minta tolong, Mbok. Kalau bukan Simbok siapa lagi yang mau mengasuh pelangi," isaknya.

Tampak keraguan di mata Mbok Ratmi. Ada rasa ingin menolak karena amanah dari wanita tersebut teramat berat baginya. Ada rasa ingin menerimanya dengan alasan, mau dibawa kemana bayi tersebut dibawa setelah ini? Apakah dibuang? Hatinya benar-benar bergejolak hebat. Namun sebuah anggukan dengan makna iba yang teramat dalam benar-benar telah membuat kehidupan setelah kejadian tersebut berubah. Tiada kesepian dihari-harinya, karena pelangi senantiasa membawa kebahagian dihidupnya.


Kamis, 12 September 2013

Menuliskan Adegan Aksi Tokoh Fiksi


Pada saat anda membaca novel, bisakah anda menebak, seberapa kaliber novelis tersebut? Kalau saya yang ditanya, maka salah satu jawaban adalah seberapa detil dia menggambarkan aksi tokohnya saat itu. Lihat bagaimana dia menggambarkan sang tokoh sedang marah ketika diputuskan pacarnya. Lihat bagaimana sang tokoh berkelahi mempertahankan diri dari serbuan berandalan yang disuruh mantan pacarnya. Semakin detil dan alamiah, berarti semakin baik novelis tersebut.
angryNovelis adalah seorang pengamat. Dengan pengamatannya, dia dapat bercerita kepada pembaca. Dengan ceritanya, novelis dapat mentransfer tidak saja Tokohnya sedang apa? Tapi juga membangkitkan emosi tertentu di hati pembaca. Sadarkah anda, ketika anda menangis saat membaca cerita sedih, atau marah manakala sang antagonis sedang membuat sengsara protagonis, anda sedang terhipnotis oleh novelis?
Beberapa hal berikut ini dapat dilakukan agar dapat menggambarkan aksi tokoh fiksi dengan baik.
  1. Buat Dialog yang Singkat
    Apakah masuk akal seseorang yang berlari ketakutan karena dikejar pocong akan berdialog panjang-panjang dengan pacar yang ada di sampingnya, meskipun pacarnya secantik Denise Richards, atau Jessica Alba? Tidak mungkin. Bahkan mungkin akan meninggalkan pacarnya sampai terkencing-kencing karena terlalu ketakutan.Buatlah dialog sesingkat mungkin. Tonjolkan pada deskripsi kelakuan tokoh. Tindakan-tindakan fisik, baik yang terlihat (tangan, kaki, tolehan kepala), atau yang tak terlihat (degup jantung, aliran darah yang cepat, nafas yang tersengal-sengal)
  2. Lakukan Apa yang Dilakukan Sang Tokoh
    Cara paling gampang agar anda tahu bagaimana menggambarkan adegan adalah dengan melakukan adegan itu sendiri. Jika anda mempunyai tokoh seorang pendaki gunung, ada baiknya jika anda mendaki gunung beneran. Ini dilakukan Ayu Utami ketika membuat novel Bilangan Fu. Pada saat anda mendaki gunung, anda akan tahu tangan mana yang kram. Pada menit keberapa keringat mulai mengalir. Apa yang harus dilakukan untuk mencapai puncak, dengan memaku dinding batu atau mencari lubang? Bahkan anda bisa merasakan ketakutan ketika detak jantung anda semakin meninggi saat anda belum sampai puncak saat malam akan tiba.
  3. Gunakan Kata Kerja
    Namanya saja aksi. Tentu saja banyak kata kerja yang dipakai. Jangan lupa untuk menggunakan kamus tesaurus sebagai variasi untuk kata yang mirip atau sama. Sebagai contoh bandingkan cuplikan adegan berikut: Bulan tampak mengamati dengan sisi bundarnya tatkala Adi terseok-sengok. Dia berjalan dengan meninggalkan bekas tapak kaki tak beraturan. Darah yang menetes dari lambungnya memerahi tanah. Kepalanya berputar mengamati dengan lemah. Ia berharap kalau-kalau ada seseorang yang dapat membantunya.
    Ada dua kata yang sama, yaitu mengamati. Alangkah lebih baik jika salah satunya diganti dengan mencermati atau menatap, sehingga tidak membosankan. Untuk kebutuhan ini anda memerlukan kamus tesaurus. Sehingga menjadi:
    Bulan tampak mencermati dengan sisi bundarnya tatkala Adi terseok-sengok. Dia berjalan dengan meninggalkan bekas tapak kaki tak beraturan. Darah yang menetes dari lambungnya memerahi tanah. Kepalanya berputar mengamati dengan lemah. Ia berharap kalau-kalau ada seseorang yang dapat membantunya.
  4. Percepat Kecepatan Penggambaran Adegan
    Aksi ya aksi. Jika sudah memutuskan bahwa pada bagian ini anda menggambarkan aksi sang tokoh, maka jangan menuliskan sesuatu yang lain. Jangan membuat pembaca terpecah perhatiannya. Jangan menuliskan setting tempat disini. Jangan mendeskripsikan karakter tokoh disini. Kalaupun menuliskan deskripsi, buatlah seminimal mungkin. Gambarkan hanya pada sudut pandang karakter saja. Satu hal yang menjadi pegangan dalam menulis adegan aksi. Segala tindakan harus cepat. Bahkan omongan mungkin terpatah-patah, atau kalimatnya tidak lengkap.
  5. Belajarlah dari Penulis Lain
    Sebagai hal terakhir. Sering-seringlah membaca karya penulis lain. Cermati dan Amati bagaimana mereka menggambarkan sebuah aksi. Pelajari pemilihan kata-kata mereka. Pelajari deskripsi aksi mereka. Saya sarankan untuk membaca Kho Ping Ho atau Wiro Sableng untuk adegan perkelahian. 5 Cm untuk perjalanan di gunung atau First Love Forever Love untuk perang gangster. 

Sumber :  https://octacintabuku.wordpress.com/2013/05/14/menuliskan-adegan-aksi-tokoh-fiksi/

Minggu, 08 September 2013

Sakura Drop

Kamu, Kazuma Harada, namun aku lebih suka memanggilmu Kaze yang berarti angin dalam bahasa Jepang. Nama yang menurutku cocok sekali dengan kelakuanmu. Kedatanganmu dalam hidupku 'tak ubahnya seperti angin. Aku tidak tahu sejak kapan kamu berhembus di hidupku, tiba-tiba saja aku sudah merasa terlena oleh kesejukan yang kamu berikan. Dan sekarang, aku tidak tahu kapan kamu pergi dari hidupku dan berhenti berhembus di relung hatiku karena sekarang, aku tidak merasakan lagi hembusanmu.

Apakah aku harus bersyukur kepada Tuhan karena Tuhan telah mempertemukan kita? Ataukah aku harus menyesali keputusan Tuhan karena telah mempertemukan kita? Akibat pertemuan kita, aku harus memendam perasaan yang teramat besar selama bertahun-tahun keberadaanku di Jepang. Dan saat ini, ketika aku sudah kembali ke Indonesia ,aku harus melupakanmu. Begitu juga dengan semua kenangan-kenangan yang sudah lama mengisi setiap sekat memori otakku. Namun, bayanganmu masih saja membelengguku. Semakin kuat aku berusaha melupakanmu, semakin kuat pula bayanganmu mendekapku.

Sekalipun ada Hiro yang selalu setia menuntunku keluar dari bayanganmu. Selangkah demi selangkah, aku harus melupakanmu. Kamu bukan milikku, dan duniaku bukan milikmu. 

Sulit.. namun kesakitan yang kamu berikan mampu mengatasi itu semua. Hiro, aku tidak hanya menemukan cinta melainkan juga pengorbanan tulus. Aku memutuskan mengakhiri semua. Seperti halnya kamu dan Haruka. Begitu juga aku dan Hiro, kami akan menemukan bahagia. Suatu hari nanti...